Dulu,
aku terlahir sebagai anak ayam. kecil, lemah, sangat rentan bahkanuntuk
sekedar menompang hembusan angin. seiring jalannya waktu, aku
tumbuhmenjadi ayam kecil, lalu beranjak remaja. tapi, tetap saja aku
masih ayam yanglemah. aku lebih memilih diam ato kabur jika ada ayam
lain yang lebih gagahdariku, yang sikapnya anggun, pintar, dan bersahaja
persis CINDERELLA dalamnegri dongeng.
Dalam keadaan lemah begitu,
sangat pas buatku untuk mengambil sikap menghindardaripada berhadapan
dengan kekuatan diatasku. Ya, timbang aku tak ada muka/malu oleh tatapan
ayam cinderlla itu. begitulag adaku, being-ku, sejaklahir hingga besar.
Tapi
kini, saksikanlah! buka mata kalian, wahai ayam2 di seluruh
kandangbesar ini, aku telah menjelma seekor serigala! serigala berbulu
lebat, bercakarlancip, bertaring tajamdan panjang, bermata merah, serta
bersuara halilintar.
Wujud keserigalaanku yang kian menakjubkan
ini betapa sangat kuatmendorongku untuk berbuat sesuka-sukaku. semau
gue! bahkan, sekalipun aku tahuapa yang aku mau, apa yang aku katakan,
dan apa yang aku lakukan sebenarnyahanyalah kekonyolan belaka. Namun,
begitulah kuturuti panduan instingku sebagaiserigala.
Jangankan
sampai ada yang berani berdiri tegak di hadapanku, menatap mataku,atau
BERKATA keras padaku, sekedar aku merasakan ada BAHASA TUBUH
atauKATA-KATA mereka yang tidak mendukung mauku atau MEMBANTAH inginku,
akulangsung berdiri tegak siap menerkam. sampai-sampai liurku
berlompatan diantarataring2ku.
Angkuhku tampak sangat didih setiap
kali kuberhasil memperlihatkan taring2amarahku yang mencerminkan dengan
sempurna segala kekuatanku sebagai serigala.meski, betapa sungguh amat
sering, kala malam memelukku dihadapan pesona bulanyang tak pernah mampu
kusentuh meski sangat kucintai itu, aku menyadari bahwasungguh lanturan
amarahku, emosi-emosiku sama sekali tak ada manfaatnya buatkusendiri
apa lagi buat mereka.
Aku paham bahwa diatas kepongahan amarahku
yang sedahsyat badai itu ternyatabadanku tetap saja sebesar ini,
bulu-bulu tebalku tetap saja sebanyak ini, dantaring2ku tetap saja
sepanjang ini. aku tetap saja adalah seekor serigaladengan bobot yang
sama, tidak bertambah secuilpun, kendati aku terus-menerusmembiarkan
diriku dikuasai oleh segala emosiku yang meledak-ledak.
Aku pun
tetap saja tak kunjung mampu mencium bulan yang amat kupuja itumeski aku
terus menerus menerkam dan menerjang hebat diatas segala kekuatan
dankegagahanku untuk mempertontonkan keperkasaanku sebagai serigala.
Egoku
begitu sulit kukendalikan oleh tanganku sendiri, yang itu
selaluterulang lantaran selalu saja aku menganggap diriku adalah
serigala yang merasamemiliki kekuatan dahsyat. Ya rasa memiliki kekuatan
inilah biang kerok yangmenyebabkanku selalu tergerus emosi dan amarah.
Merasa
diri memiliki taring, cakar, mata merah, bulu tebal, dan badan
gagahadalah serangkaian symbol kekuatan yang menjadi sumber semua
keangkuhan egoku. Jikalauaku berhasil menepiskan merasa memiliki semua
simbol kekuatan itu, tentulah akutakkan pernah berani untuk merasa patut
angkuh, sombong, ceroboh dan emosional.
Tapi bagaimana caraku
agar bias melupakan bahwa aku adalah seekor serigalayang bertaring,
bercakar, bermata merah, berbulu tebal dan berbadan gagahjuntai?
Diantara
kesenduan yang dibelai cahaya bulan itu, tiba2 aku
merasasendiri.sunyi.sepi. padahal, aku masi benar2 ada di dunia ini,
bernapas, danhodup dengan sangat nyata. Ah, betapa tidak nyamannya
didera sunyi. Apalagi,kesunyian dalam kematian.
Bagaimana
keadaanku bila aku benar2 telah mengalami kematian itu? Sendirian
dalamgelap, pekat, dingin, lembap, serta tanpa apapun dan siapapun yang
menemani. Bukankahitu akan menjadi sangat nyata? Cepat atau lambat.
Lantaran, meski aku adalah serigala yang gagah, toh akutetaplah makhluh
hidup yang niscaya mati?
Ah, betapa konyolnya sikap2 angkuhku itu
bila disandingkan dengan masamatiku yang pasti tiba itu. Keangkuhan
macam apa sebenarnya yang tengah kupelukini? Bukankah sejatinya aku ini
sangat hina dan lemah? Lalu, bagaimana mungkinaku bias berkata dan
berbuat kasar temperamental begitu di antara kehinaan dankelemahanku
ini? Bukankah ini perilaku yang sangat dungu?
Kian dalam kuselami
penantianku atas kematian itu, kian perih matakumengingat betapa telah
sangat banyak hati ayam2 disekelilingku yang tersakiti oleh keangkuhanku
selama ini. Kuingatbetul betapa wajah mereka atau mungkin mata mereka
dengan sebuah hujatan ataukilatan penuh kebencian setiap kalimenerima
serepah egoku.
Apa yang mereka rasakan saat tersakiti oleh amarah
dan emosiku jelas takpernah ingin terjadi padaku. Ah, egois benar aku.
Padahal bila ku ingat masakecilku, saat aku masih menjadi ayam, betapa
aku mudah gemetar, takut, bahkanmenangis sendirian bila diperlakukan
buruk oleh ayam lain.
Ingat benar aku bahwa segala rasa buruk itu
sungguh tidak nyaman sama sekalikupikul. Mereka pun mengalami
ketaknyamanan yang sama. Tapi, kenapa aku masihsaja berbuat arogan,
emosional, dan buruk pada mereka? Padaha, aku sangat tahubahwa itu
begitu membuat jengkel dan menjauh, membuat rasa sesak benci dihati.
Dankarenanya aku tak ingin diperlakukan seperti itu?!
Ah, ternyata
mau itu ayam ato serigala sama2 merasakan ketaknyamanan yang sama saat
menerima sebuahkeangkuhan. Jika begitui, kalau ternyata aku masih saja
angkuh dan emosional,yang itu bearti menyematkan ketaknyamanan kepada
ayam2 itu, bukankah sesungguhnyaaku ini adalah sebuah kebodohan?
Saat
fajar menyentuh bulu2ku, kuikrarkan janji dalam hati. Mulai besok,
akutakkan bersikap angkuh arogan emosional dan temperamental lagi kepada
ayam2itu. Karena ku sadar sesadar-sadarnya bahwa memperturutkan
keangkuhan apapun,selain takkan memberikan tambahan nilai apapun kepada
diriku, juga hanya akanmenorehkan luka dihati ayam ayam itu, luka yang
tak pernah kuimpikan terjadi padadiriku sendiri.
Maav bila kata telah menjadikan luka dihati sahabatku. Aku sayang kalian :)
20 september 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar